16 Juni 2008

Akademisi Menggapai Birokrat Dapat Menurunkan Mutu Pendidikan

Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi adalah memberikan kesempatan kepada tenaga pengajar untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendikan S-2 dan S-3 di dalam maupun luar negeri dengan biaya yang cukup mahal. Banyak di perguruan tinggi yang menyandang gelar dan jabatan akademik tidak maksimal mencurahkan pengabdian kepada masyarakat secara penuh waktu. Karena mereka diangkat untuk menjadi pejabat di lingkungan birokrasi dilembaganya.
Hal demkian sudah barang tentu menimbulkan gejala dan fenomena yang muncul dikalangan akademisi yang berkarier. Padahal akademisi sekelompok pakar yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang professional, melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan tujuan meningkatkan kualitas mutu pendidikan sumber daya manusia. Sedangkan birokrat adalah pejabat karier struktural bersifat manajerial, professional dalam hal pelayanan kepada masyarakat dan sifatnya berjenjang yakni sebagai pembantu pimpinan (staf).
Para akademisi yang mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup dibanggakan dan menerapkan almamaternya dimana akademisi itu berbakti kepada nusa dan bangsa. Para akademisi banyak yang menggapai cita-citanya untuk memasuki birokrasi pada lembaga. Apakah perguruan tinggi menyadari bahwa banyak akademisi yang menduduki jabatan di birokrasi akan berdampak sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas mutu pendidikan tinggi. Sebagai ilustrasi pembaca tulisan ini berikut akan diuraikan beberapa fakta dan dampak yang muncul akibat dari banyaknya akademisi yang profesional di bidang keahlihannya menduduki jabatan struktural di birokrat.
Pertama : seorang dosen yang bergelar Doktor dan Profesor dengan keahlian bidang tertentu dan sangat langka, karena alasan tertentu suatu kepentingan birokrat, politis, maka yang bersangkutan diangkat untuk menduduki jabatan di birokrat. Jelas hal demikian akan mengurangi tugasnya sebagai orang yang ahli untuk mentrasfer ilmu yang dimilikinya kepada mahasiswanya. Karena disibukan dengan tugas di birokrasinya selama 8 jam setiap harinya. Padahal dosen berkewajiban untuk pengabdian pada masyarakat sebanyak 12 SKS selama 37 jam per minggu sesuai aturan Dirjen Dikti No..048 tahun 1983. tetapi setelah menjadi pejabat birokrat otomatis berkurang menjadi 2 sampai 6 SKS. Yang berarti pengabdian keahliannya untuk ditransfer kepada mahasiswa juga akan terus berkurang.
Kedua : hal ini jelas akan berdampak pada penguasaan substansi materi kuliah oleh mahasiswa terhadap keahlian yang dimiliki oleh dosen tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas mahasiswa.
Ketiga : selain dari itu dampak yang lebih besar lagi adalah tidak sepenuhnya terlaksananya tugas dan fungsi dosen yang menduduki birokrasi tersebut yaitu pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi antara lain karya-karya penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui penerapan ilmu pengetahuan teknologi tepat guna dan artikel-artikel hasil penelitian yang dimuat pada jurnal nasional maupun internasional.
Keempat : dampak yang lain muncul dari banyaknya dosen yang memasuki birokrasi adalah munculnya kecemburuan sosial dari pihak birokrat atau tenaga karier di birokrasi. Karena pembinaan karier tenaga administrasi di birokrasi akan terlambat, sehingga munculnya kejenuhan, semangat kerja tidak bisa maksimal, motivasi kerja hilang, dan harapan kenaikan jenjang karier sangat kecil, karena jika dilihat dari segi pengetahuan kompetensi akademisi otomatis tenaga administrasi di birokrat akan kalah bersaing dengan dari kalangan dosen. Tetapi dari segi profesionalisme birokrasi tentang kompentensi manajemen dan pengalaman, sebenarnya tidak kalah bahkan lebih unggul.
Sebagai ilustrasi salah satu jalan yang dapat dicoba dilakukan adalah menfokuskan apabila seseorang telah memilih suatu tempat pekerjaan sesuai dengan profesionalismenya, maka pekerjaan yang lain harus ditinggalkan secara total, dengan kata lain sebagai contoh seorang dosen yang mempunyai gelar Doktor bahkah Profesor, jika memilih untuk menjadi birokrat harus rela berhenti total dari jabatannya tenaga fungsional dosen.

“Cita-cita lembaga menyekolahkan dosen untuk meningkatkan SDM yang memiliki pengetahuan dan teknologi yang tinggi untuk ditransfer kepada mahasiswa, sesuai tugas dan fungsinya sebagai dosen yang professional, sehingga kualitas lulusan perguruan tinggi akan lebih baik. Namun sangat kurangnya jam pengabdian Tri Dharma Perguruan Tinggi dosen tersebut, maka secara tidak langsung dan tidak disadari bahwa salah satu penyebab kualitas lulusan akan berdampak terus menurun adalah akibat dari banyaknya dosen yang mempunyai keahlian diangkat menjadi birokrat”.
Demikian kiranya tulisan ini saya hamparkan agar dapat berguna bagi pembaca dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan, karena keterbatasan kemampuan saya.SKM***

2 komentar:

  1. Maaf Bp. SKM*** dalam naskah "Akademisi menggaai ......." tertulis Pertama terus disambung ketiga, keempat.... Nah,yang kedua nya mana? apakah memang di-SENSOR .
    saya jadi penasaran ? ? ? .......
    Kalau yang benarkan urutan itu pertama- kedua baru ketiga dan ke-empat
    salam. . . . .

    BalasHapus
  2. P' Djoni : tebal & tipis karakter perbedaannya, mslh urutan 1, 2, 3 & 4 sprtnya tdk spt itu. Dh, untuk dibaca kembali dgn teliti & komntrnya yg lain di tg. sensor tdk ada, SKM***

    BalasHapus

go to up and more to finish