14 Juli 2008

PEMBERITAHUAN

07 Juli 2008

PENYESUAIAN

Berdasarkan SK. No.:86/STEI/VI/2008 tanggal 11 Juni 2008, beberapa Karyawan administrasi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI) mengikuti ujian penyesuaian ijazah, bagi mereka yang telah menyelesaikan program pendidikan lanjutan ke jenjang strata satu, yang dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3 Juli 2008 di ruang 103 Kampus D.

Ada 3 (tiga) materi yang diujikan adalah (1). Pengetahuan mengenai lembaga (tertulis), (2).kemampuan menggunakan komputer dan (3). Diskusi opini lembaga. Ada 10 (sepuluh) orang yang mengikuti ujian antara lain : (1) Supriyanto, (2) Nekson, (3) Gufron Wahib, (4) Marmin, (5) Rasta, (6) Endo Sukanda, (7) Mahfudin, (8) Ali Afifudin, (9) Arslen dan (10) Lamiran.

Tim penguji terdiri dari Puket II (Drs. Yudho Winoto, MBA) Puket IV (Drs. Jusuf Haryanto, MSc.) dan Gatot Prabantoro, SE. MM. (Dosen) Dimana setiap peserta mempunyai kesempatan yang sama, penilaian secara obyektif berdasarkan pada hasil masing-masing peserta untuk nilai ujian minimal 70 % dan kondite minimal 75 %. Hasil ujian akan diumumkan dalam waktu dekat dan keputusan tim penguji tidak dapat diganggu gugat. Bagi mereka yang lulus ujian diharapkan lebih meningkatkan integritas kerja yang lebih baik sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Dan bagi mereka yang tidak lulus ujian masih ada kesempatan untuk mengikuti ujian berikutnya namun waktu dan tanggal belum ditentukan.

PERJUANGAN NAN KUNJUNG PADAM

Kabag Humas dan Marketing (Arwinsyah, SE) STEI, menerapkan berbagai cara/gaya dalam upaya menarik minat calon mahasiswa baru STEI. antara lain open house dan melibatkan sekolah lanjutan tingkat atas sejabodetabek, melalui menyebaran brosur dll. pemasangan iklan pada media cetak nasional, pendaftaran langsung, hasilnya cukup menggembirakan. Walaupun penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri mengalami perubahan/diundur dari jadwal yang telah ditetapkan.
Dalam kondisi dan situasi masyarakat yang serba sulit saat ini, masih dapat memanfaatkan moment yang menguntungkan. Ini tentunya dibuktikan setelah Beliau menjabat di bagian humas dan marketing, keberhasilan ini tidak luput dari kerjasama tim diantaranya Endang Sholeh dan kawan-kawan. Pada penerimaan mahasiswa baru dan pindahan, dimana terdapat kenaikan jumlah mahasiswa. yang diterima dari tahun ketahun Diharapkan penerimaan mahasiswa baru dan pindahan tahun akademik 2008/2009 lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Selamat berjuang.

20 Juni 2008

UNTUK MAHASISWA

18 Juni 2008

16 Juni 2008

Akademisi Menggapai Birokrat Dapat Menurunkan Mutu Pendidikan

Sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi adalah memberikan kesempatan kepada tenaga pengajar untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendikan S-2 dan S-3 di dalam maupun luar negeri dengan biaya yang cukup mahal. Banyak di perguruan tinggi yang menyandang gelar dan jabatan akademik tidak maksimal mencurahkan pengabdian kepada masyarakat secara penuh waktu. Karena mereka diangkat untuk menjadi pejabat di lingkungan birokrasi dilembaganya.
Hal demkian sudah barang tentu menimbulkan gejala dan fenomena yang muncul dikalangan akademisi yang berkarier. Padahal akademisi sekelompok pakar yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang professional, melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan tujuan meningkatkan kualitas mutu pendidikan sumber daya manusia. Sedangkan birokrat adalah pejabat karier struktural bersifat manajerial, professional dalam hal pelayanan kepada masyarakat dan sifatnya berjenjang yakni sebagai pembantu pimpinan (staf).
Para akademisi yang mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup dibanggakan dan menerapkan almamaternya dimana akademisi itu berbakti kepada nusa dan bangsa. Para akademisi banyak yang menggapai cita-citanya untuk memasuki birokrasi pada lembaga. Apakah perguruan tinggi menyadari bahwa banyak akademisi yang menduduki jabatan di birokrasi akan berdampak sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas mutu pendidikan tinggi. Sebagai ilustrasi pembaca tulisan ini berikut akan diuraikan beberapa fakta dan dampak yang muncul akibat dari banyaknya akademisi yang profesional di bidang keahlihannya menduduki jabatan struktural di birokrat.
Pertama : seorang dosen yang bergelar Doktor dan Profesor dengan keahlian bidang tertentu dan sangat langka, karena alasan tertentu suatu kepentingan birokrat, politis, maka yang bersangkutan diangkat untuk menduduki jabatan di birokrat. Jelas hal demikian akan mengurangi tugasnya sebagai orang yang ahli untuk mentrasfer ilmu yang dimilikinya kepada mahasiswanya. Karena disibukan dengan tugas di birokrasinya selama 8 jam setiap harinya. Padahal dosen berkewajiban untuk pengabdian pada masyarakat sebanyak 12 SKS selama 37 jam per minggu sesuai aturan Dirjen Dikti No..048 tahun 1983. tetapi setelah menjadi pejabat birokrat otomatis berkurang menjadi 2 sampai 6 SKS. Yang berarti pengabdian keahliannya untuk ditransfer kepada mahasiswa juga akan terus berkurang.
Kedua : hal ini jelas akan berdampak pada penguasaan substansi materi kuliah oleh mahasiswa terhadap keahlian yang dimiliki oleh dosen tersebut akan berdampak pada penurunan kualitas mahasiswa.
Ketiga : selain dari itu dampak yang lebih besar lagi adalah tidak sepenuhnya terlaksananya tugas dan fungsi dosen yang menduduki birokrasi tersebut yaitu pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi antara lain karya-karya penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui penerapan ilmu pengetahuan teknologi tepat guna dan artikel-artikel hasil penelitian yang dimuat pada jurnal nasional maupun internasional.
Keempat : dampak yang lain muncul dari banyaknya dosen yang memasuki birokrasi adalah munculnya kecemburuan sosial dari pihak birokrat atau tenaga karier di birokrasi. Karena pembinaan karier tenaga administrasi di birokrasi akan terlambat, sehingga munculnya kejenuhan, semangat kerja tidak bisa maksimal, motivasi kerja hilang, dan harapan kenaikan jenjang karier sangat kecil, karena jika dilihat dari segi pengetahuan kompetensi akademisi otomatis tenaga administrasi di birokrat akan kalah bersaing dengan dari kalangan dosen. Tetapi dari segi profesionalisme birokrasi tentang kompentensi manajemen dan pengalaman, sebenarnya tidak kalah bahkan lebih unggul.
Sebagai ilustrasi salah satu jalan yang dapat dicoba dilakukan adalah menfokuskan apabila seseorang telah memilih suatu tempat pekerjaan sesuai dengan profesionalismenya, maka pekerjaan yang lain harus ditinggalkan secara total, dengan kata lain sebagai contoh seorang dosen yang mempunyai gelar Doktor bahkah Profesor, jika memilih untuk menjadi birokrat harus rela berhenti total dari jabatannya tenaga fungsional dosen.

“Cita-cita lembaga menyekolahkan dosen untuk meningkatkan SDM yang memiliki pengetahuan dan teknologi yang tinggi untuk ditransfer kepada mahasiswa, sesuai tugas dan fungsinya sebagai dosen yang professional, sehingga kualitas lulusan perguruan tinggi akan lebih baik. Namun sangat kurangnya jam pengabdian Tri Dharma Perguruan Tinggi dosen tersebut, maka secara tidak langsung dan tidak disadari bahwa salah satu penyebab kualitas lulusan akan berdampak terus menurun adalah akibat dari banyaknya dosen yang mempunyai keahlian diangkat menjadi birokrat”.
Demikian kiranya tulisan ini saya hamparkan agar dapat berguna bagi pembaca dan mohon maaf apabila terdapat kekurangan, karena keterbatasan kemampuan saya.SKM***

09 Juni 2008

PLEDOI HAMSAR LUBIS

Saya merasa merupakan bagian dari sasaran kritik, Akademisi Menggapai Birokrasi Dapat Menurunkan Mutu Pendidikan. Dengan jelas disebutkan bergelar Doktor dan Profesior. Saya mendapat beasiswa S-2 dan S-3 dari STEI dan dari Dikti. Kini ditugaskan menjabat sebagai Kabag Penelitian. Bagi saya, jabatan hanya sekedar pengabdian, tidak lebih dan tidak kurang. Sejujurnya kukatakan, demi Tuhan aku tuliskan, seandainya boleh memilih, aku akan memilih dosen tetap biasa. Status dosen biasa (tanpa jabatan), menyediakan ruang yang laus bagiku untuk lebih merdeka dalam berfikir dan lebih leluasa dalam berkarya. Kedua kebebasan itu, teramat mahal dan mewah bagiku. Aku ingin berkontribusi pada STEI melalui tulisan untuk menyuarakan STIE ke luar. AKu heran, bingung serta bertanya-tanya, kenapa orang-orang sangat mengincar jabatan. Seolah-olah jabatan itu adalah segalanya baginya. (HL)

KETUA STEI MENANGGAPI

Penunjukkan pejabat di STEI sudah sesuai dengan koridor dan aturan yang berlaku. Pertimbangan utamanya adalah statuta STEI dan fungsi jabatan itu sendiri. Jika jabatan-jabatan tertentu sudah diatur dalam statuta, maka proses penunjukkan akan mengikuti statuta tersebut. Namun, bila posisi tertetntu belum diatur dalam statuta, maka terlebih dahulu memperhatikan fungsi jabatan itu sendiri. Jika jabatan itu bermaksud untuk mengatur dosen, tentu kurang tepat menempatkan karyawan pada posisi itu dan lebih tepat dijabat oleh dosen. Jika lebih tepat posisi tertentu dijabat oleh karyawan (seperti PK II), maka akan diisi oleh karyawan. Institusi kita adalah Perguruan Tinggi, karenanya ada jabatan-jabatan tertentu yang harus dijabat oleh tenaga edukatif. Tampaknya kurang tepat 'membenturkan' antara posisi jabatan dengan status jabatannya sendiri, seperti pesan yang disampaikan dalam kritik yang berjudul, Akademisi Menggapai Birokarat Dapat Menurunkan Pendidikan. Demikian pendapat Ketua STEI, Bapak Agus Hidayat, seperti dituturkan pada redaksi Warta STEI. (HL)

06 Juni 2008

BIROKRASI RPK di Kampus

Tampaknya sudah menjadi kebiasaan di kampusku, menjelang atau habis ujian akhir semester kembali menghadpi masa-masa merepotkan ketika harus mengisi RPK. Mungkin ‘momen’ inilah yang paling tidak disukai oleh setiap mahasiswa. Pagi-pagi sudah harus berada di kampus untuk mengikuti prosedur bimbingan dan pengisian RPK, yang menurut mahasiswa sendiri tidak efisien dan efektif.
Dimulai dari pengambilan RPK dan jadwal perkuliahaan. Seluruh mahasiswa dari program studi dan angkatan berapapun dihararuskan mengambil RPK ke PA dan jadwal perkuliaan di loket bagian pengajaran pada hari jam yang telah dijadwalkan. Setelah itu, dimulai dengan pengisian RPK, yang dibimbing oleh Penasehat Akademik (PA). Setelah mendapat bimbingan, dan persetujuan PA masing-masing program studi, mahasiswa dapat melakukan pembayaran melalui Bank. RPK dan bukti setoran bank harus diverifikasi ke loket bagian keuangan. Setelah selesai proses bagian keuangan dilanjutkan mahasiswa untuk mendaftarkan mata kuliah ke loket bagian pengajaran (konter) yang harus mengantri dan menunggu berjam-jam proses data selesai. Alangkah malangnya bagi mahasiswa kerja sambil kuliah, harus ijin dari kantornya untuk mengurus konter.
Menurut mahasiswa kalau sudah waktunya konter sangat-sangat membosenkan, belum tentu semua mata kuliah yang telah disetujui oleh PA dapat terdaftar ke kelas karena kelas penuh. Kata Dian, Wanti Cs harus menganti mata kuliah, kelas pararel atau menunggu dibuka kelas baru. Itupun belum tentu semua mahasiswa mau karena dosennya tidak favorit. Kalau tidak cocok dengan dosenya lebih baik deposit, atau lebih baik konter belakangan dengan dikenakan sangsi denda tidak jadi masalah. Jika prosedur yang sampai sekarang tetap dijalankan maka peranan dosen PA tidak begitu kelihatan. *** Agung.

05 Juni 2008

KADO ULANG TAHUNKU

Pada hari-hari yang berbahagia orang boleh saja merayakan hari kelahiran mereka, beberapa cara akan dilakukan yang penting hepi-hepi saja. Jauh-jauh hari sebelumnya mempersiapkan dan mengeluarkan biaya yang cukup banyak jumlahnya untuk kegiatan tersebut agar hari kebahagiaan tercapai tujuannya. Orang tua keluarga dan kerabat telah memberikan ucapan selamat.
Pada usia yang ke 39 ini Ketua STEI Agus hidayat, tidak melaksanakan ulang tahun secara khusus, namun kerabat dekat telah diam-diam memberikan simpatisan kepada beliau, secara spontan telah menerima ucapan selamat panjang umur dari beberapa yang hadir. Melalui kesan dan pesan Raden Asnul Syarief kebetulan masih pamannya, banyak memberikan pesan dan kesan kepada beliau. Semoga pada usia yang ke 39 tahun bersamaan usia berdirinya kampus STEI, dapat mengemban tugas secara bijak dan menjadikan STEI jaya sepanjang masa.